"Monggo saja (untuk evaluasi UN), tapi yang penting ada rasionalitas akademik untuk itu (evaluasi)," katanya di Surabaya, Selasa, menanggapi rencana Mendikbud untuk moratorium (penangguhan) UN pada 2017.
Menurut Guru Besar ITS Surabaya itu, UN atau ujian itu merupakan faktor penentu kelulusan, karena itu jika UN dievaluasi, maka faktor penentu kelulusan menjadi tidak ada.
"Kalau UN difungsikan untuk pemetaan, maka pemetaan itu cukup dengan sampling seperti survei, tapi ujian sebagai faktor penentu kelulusan harus tetap dipikirkan. Kalau UN dievaluasi, apa rasionalitas akademik-nya," katanya.
Selain penentu kelulusan, Ketua Umum Yayasan RSI Surabaya itu menyatakan ujian (UN) juga mengajarkan tanggung jawab dalam diri seorang siswa, apakah dia memahami atau seberapa pemahaman tentang pelajaran.
"Jika memang ada moratorium, tentu perlu pola pengganti UN. Pola ini juga dibutuhkan untuk menentukan standar dalam penerimaan siswa baru dari jenjang SMP ke SMA dan SMK," katanya.
Tentang faktor karakter yang dipentingkan daripada UN, ia menyatakan persoalan karakter itu harus pararel, karena itu penekanan pada karakter itu tetap masuk dalam pendidikan formal secara berjenjang.
"Saya mati-matian mempertahankan K13 (Kurikulum 2013) itu bukan karena apa-apa, melainkan faktor karakter yang masuk dalam pendidikan formal itu ada dalam K13," katanya.
Bahkan, katanya, K13 itu merangkum pembelajaran tentang pentingnya sikap sosial, sikap spiritualitas, pengetahuan, dan keterampilan, dalam pendidikan secara berjenjang.
Sebelumnya, Mendikbud Muhadjir Effendy mengatakan moratorium UN pada 2017 tinggal menunggu persetujuan Presiden. Alasan moratorium UN adalah UN saat ini berfungsi untuk pemetaan dan tidak menentukan kelulusan.
Oleh karena itu, Kemendikbud ingin mengembalikan evaluasi pembelajaran siswa menjadi hak dan wewenang guru, baik secara pribadi maupun kolektif.
Editor: Tasrief Tarmizi
COPYRIGHT © ANTARA 2016
0 Response to "Nuh: evaluasi UN perlu rasionalitas akademik"
Posting Komentar