"Juga harus dilakukan counter interpretasi tentang bagaimana memahami agama, tidak cukup dengan pendidikan karakter dan nasionalisme," ujar dia di Jakarta, Jumat.
Selain itu, untuk para korban juga perlu mendapatkan konseling soal bahaya terorisme, di samping menjalani rehabilitasi sosial dan pendampingan sosial.
Susanto mengingatkan, pihak keluarga dan teman sebaya merupakan dua pintu bagi masuknya paham radikal pada anak dan ini perlu mendapatkan perhatian.
Dalam kesempatan yang sama, Ketua Umum Komnas Perlindungan Anak Arist Merdeka Sirait mengungkapkan doktrinasi paham radikal bahkan bisa terjadi di ruang kelas sekalipun.
"Penanaman paham radikalisme, intolerasi, terjadi di ruang kelas. Dampaknya, anak-anak sudah belajar saling membenci," kata dia.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Civil Society Against Violent Extremism (C-SAVE), koalisi organisasi masyarakat sipil Indonesia, Mira Kusumarini, menilai perlunya kerja sama seluruh pemangku kepentingan memastikan hak-hak anak terlindungi dan terjamin melalui RUU Anti-Terorisme.
"Penanganan keterlibatan anak harus mengutamakan keadilan restoratif, untuk mencari penyelesaian yang adil dengan menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula dan bukan pembalasan. Selain memastikan radikalisasi anak berhenti, harus jga ada jaminan bawah hak anak meraih masa depan mereka tetap terbuka lebar," tutur dia.
Editor: Suryanto
COPYRIGHT © ANTARA 2017
0 Response to "Anak terlanjur kena paham radikal? Begini penanganannya"
Posting Komentar